Langsung ke konten utama

Postingan

ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA

1.       La juĝisto atendas La iniciato komenci juĝon en civila kazo estas tute por la interesita persono. 2.       Juĝistoj estis malpermesitaj de malakcepti la kazon Se la kazo eniras la tribunalon, la juĝisto ne povas rifuzi ekzameni la kazon surbaze de komprenebla aŭ komprenebla leĝo. Se la juĝisto ne trovas skriban leĝon, li estas devigata studi la juron de la societo aŭ studi la leĝon (Artikolo 14 (1) de la Akto No. 14/1970). 3.       La juĝisto estas aktiva Juĝistoj subtenas tiujn, kiuj volas justecon; Ili provas sian eblon venki ĉiujn obstaklojn por akiri simplan, rapidan kaj malmultekostan provon. 4.       Malferma provo Ĉi tio estas ĉar ĝi estas la socia kontrolo de la komunumo super la tribunaloj, tiel ke la decidoj de la juĝistoj estas intencitaj, senpartiaj, nevalidaj (17 և 18 de Akto No. 14/1970). 5.       Vi devas aŭskulti ambaŭ flankojn Civilaj partioj estu traktataj juste, kolektive kaj senpartie. La tribunalo faras decidon sen diskriminacio kontraŭ la homoj,

Asas-asas Hukum Acara Pidana (Bagian 1)

Asas-asas hukum acara pidana meliputi: 1.       Prinsip keadilan yang cepat, sederhana, dan berbiaya rendah Asas ini merupakan asas dasar dari semua alat bukti Indonesia. Pada hakekatnya asas ini tidak hanya diperuntukkan bagi peradilan pidana, asas ini berlaku untuk semua tingkatan peradilan sebagai asas dasar dari proses peradilan. Kecepatan berarti Pengadilan dapat menggunakannya sebagai badan yang dapat menyelesaikan sesuatu dengan cepat. Sederhananya, semua litigasi seefisien dan seefektif mungkin dan biaya rendah berarti biaya yang dikeluarkan dalam litigasi adalah biaya yang mampu ditanggung perusahaan. 2.   Asas praduga tak bersalah Asas praduga tak bersalah atau “ praduga tak bersalah”, sebagaimana lebih dikenal dalam istilah asing, merupakan asas hukum bahwa semua orang harus dibebaskan oleh pengadilan yang tetap. Asas ini diatur dalam Pasal 8 UU 8. 1970 14. Pasal 8 ayat 1 UU 48 Tahun 2009. 3. Prinsip pemohon dan inkuisitor Asas penuntutan dan inkuisisi adalah as

Asas-asas Hukum Acara Pidana (Bagian 2)

Asas legalitas dan hukum Asas keabsahan dalam perkara pidana berbeda dengan asas keabsahan dalam perkara pidana. Dalam hukum pidana, asas legalitas adalah asas bahwa tidak ada tindak pidana yang dapat dipidana tanpa adanya aturan sebelumnya. Namun dalam KUHAP asas legalitas diartikan sebagai asas bahwa setiap penuntut wajib memeriksa setiap perkara. Yaitu, legitimasi yang dimaksud dalam kasus ini adalah bahwa setiap kasus dapat diselesaikan di pengadilan hanya setelah gugatan dan gugatan diajukan. Namun, kebijakan peluang adalah kebijakan yang mengatakan jaksa memiliki hak untuk memutuskan apakah akan mengadili atau tidak. Pada prinsipnya kedua asas ini tidak saling bertentangan, karena asas legalitas berkaitan dengan perkara (correctness of case) di pengadilan, sedangkan asas kecukupan berkaitan dengan hak-hak penuntut umum. Jika Mahkota menggunakan haknya untuk bertindak, kasus tersebut dapat dibawa ke pengadilan. Asas keadilan yang sama menurut hukum Asas ini menyatakan bahw

Asas-asas Hukum Acara Pidana (Bagian 3)

Prinsip inspeksi langsung Asas ini adalah asas yang menurutnya penyidikan pendahuluan yang dilakukan dalam persidangan pidana adalah penyidikan pendahuluan langsung dengan hadirnya terdakwa ( dalam   presentia ) dan juga untuk para saksi. Prinsip keseimbangan Asas ini merupakan asas yang menurut KUHAP dalam pelaksanaannya harus menjamin keseimbangan antara perlindungan harkat dan martabat manusia di satu pihak dengan perlindungan kepentingan dan ketertiban umum di pihak lain. Oleh karena itu, setiap hukuman yang dijatuhkan harus mengandung kedua unsur tersebut agar tercapai asas keseimbangan dalam peradilan pidana yang adil. Prinsip kompensasi dan rehabilitasi Asas perlunya ganti rugi dan rehabilitasi korban putusan pengadilan yang keliru. Misalnya dalam kasus kesalahan pribadi . Prinsip pemeriksaan tersangka/terdakwa dengan didampingi pengacara Selain diatur dalam KUHAP, asas ini juga merupakan asas dasar yang diamanatkan dalam ICCPR ( International Covenant on

SYARAT – SYARAT PENAHANAN dalam UU No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

Periklanan. Pasal 21 ayat 4 UU No. 1981. Hukuman pidana adalah tindak pidana yang diancam dengan hukuman hingga 5 tahun atau lebih. Selain Bagian 1 KUHP, dia ditangkap karena melakukan pelanggaran berdasarkan Bagian 282 (3), Bagian 296, Bagian 335 (1), Bagian 351 (1) dan Bagian 353 (1). , Bagian 372, Bagian 378, Bagian 379, Bagian 453, Bagian 454, Bagian 455, Bagian 459, Bagian 480 dan 506 KUHP, Bagian 26 dan 26 dari Undang-Undang Kepabeanan dan Pajak atau Pajak. 1931 No. 471, Bagian 1, Bagian 2 dan Undang-undang Kejahatan Pengungsi Bagian 4 (UU No. 8 Tahun 1955; Lembaran Negara No. 1955. 8), Bagian 36 (7), Bagian 41, Bagian 42, Bagian 43, Bagian Undang-Undang Pengendalian Narkotika 47 dan 48 Bagian 9 Oleh karena itu, sesuai dengan Pasal 21 Ayat 4, semua tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan 2 di atas tidak dapat dihentikan atas nama keadilan.

DALUARSA PENAGIHAN PIUTANG DALAM BURGERLIJK WETBOEK

Burgerlijk Wetboek 1967 Roepen, “Segala Tuntutan Hukum, Bayke Yang Bersifat Kebeddan, Mapuun Yang Bersifat Presoranga, Haus Kare en Daluvarwa Dengan Levtina Waktu 30 Tahun , Sedangkan Siapa Yang Menunjukkan Akan Hunter Dalursarsa Itu Tipatullah Usu Tuan Takti. Akan Tetapi, Terdapat Drinapa Khal Yang Dapat Mneyababkan Penguhan Daluvarrsa, Yaitu Def een.      Burgerlijk Wetboek 1986 twee.     Lasal 1987 Gramadzian-code : 3.       Pasala Burgerlijk Wetboek 1988 ፡ "Daluvarrsa Tidak Dapat Terjadi de Antara Suami Estri"; vier.      Burgerlijk Wetboek 1989 MAAR.        Mes Tututan Eastern Tidak Dapat Deteruskan, van Kuali Setelah Ia Milikh Akan Menirima Persatuvan Atau Akan Melepaskan; B.       Mes Suami, Kare en Menjual Barang Milik Prebadi Oos Tanpa Persujuania, Harus Manangung Penjulan Itu, Dan Tuntutan Itri Harus Ditjuukan Kepada Suami. 5.       Rouw om Dalursars Tidak Bercalan ik     In de toekomst, in de toekomst, kunnen we begrijpen ( Pasal 1990 ver

Sanksi Bagi PPAT yang Melakukan Pelanggaran

Oleh Poe Ilman Hadi Sesuai dengan Pasal 53 (2) Peraturan BPN no. 1 Tentang Ketentuan Praktek PP 2006. AD 37 Peraturan Pertanahan ( 1998 Perca BPN 1/2006) diubah oleh Kepala Staf BPN . Peraturan BPN 23 Tahun 2009 1 Tentang Ketentuan PP Praktek 2006. 37 M _ . Bertindak sesuai dengan hukum. Kode Etik PPAT berlaku untuk setiap PPAT, yang mengatur tentang batasan dan kewajiban PPAT. Salah satu kewajiban PPAT adalah bertindak dengan penuh rasa tanggung jawab, kemandirian, kejujuran dan ketidakberpihakan ( huruf 3 Kode Etik PPAT ). Akibatnya, Perka BPN 1/2006 dan Kode Etik PPAT dilanggar karena kesalahan informasi yang terkandung dalam dokumen tersebut. Oleh karena itu, sesuai dengan Pasal 55 Perca BPN 1/2006, PPAT bertanggung jawab atas pelaksanaan fungsi dan posisinya dalam setiap tindakan. Untuk pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT dalam Pasal 28 Perca BPN 1/2006 , pemberhentian, tindak pidana ringan dan pelanggaran berat tidak dapat diterima oleh PPAT. Pasal 28