Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Kepastian Hukum

Legal Uncertainty is Caused by Advocates

Author: Sebastian Pompe, Leiden, The Netherlands Project Manager National Legal Reform Program In February 2011, one of Jakarta's most prominent lawyers, a favorite of the international community, told a foreign delegation that the main reason for the lack of legal certainty in Indonesia was the refusal of the Supreme Court to publish its decisions. You often hear this in the legal world. In public announcements In media publications, the Indonesian interest group generally accuses the courts of legal uncertainty, citing the absence of published court decisions as the main reason. In fact, in February 2011, there were 22,437 judgments on the Supreme Court's website. That's more than all the decisions of the Supreme Courts of the United States, the Netherlands and Australia in the past decade. In fact, that's more than the number of decisions rendered by the United States Supreme Court in the last hundred years. The last decision uploaded was yesterday (

Menggugat Praperadilan Penetapan Status Tersangka

Pada pertengahan 2012, Hakim Suko Harson (Mahkamah Daerah Jakarta Selatan (JPC)) mengadakan perbicaraan awal kes itu untuk menentukan status suspek kes rasuah PT. Chevron Pacific Indonesia. keputusan pembetulan PT. Chevron tidak bernasib baik: keputusan itu telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung, dan Hakim Suko Harsono didenda kerana berkelakuan tidak profesional. Sekali lagi pada pertengahan 2014, Hakim M. Razzad (PN. Jakarta Selatan), bersama ketua Kumpulan Permata Hijau, tersangka Toto Chandra, mengadakan perbicaraan awal terhadap penetapan status tersangka oleh Administrasi Pajak Umum. . Keputusannya adalah seperti berikut: Mahkamah Agung telah dimansuhkan, dan Hakim M. Razzad telah didakwa oleh Suruhanjaya Perundangan Kehakiman kerana kelakuannya yang tidak profesional. Seterusnya, ini pula kisah trio dalam PN. Di Jakarta Selatan, Hakim Sarpin Rizaldi mengesahkan dakwaan awal Suruhanjaya Rasuah (CPC) untuk menentukan status Buddha Gunawa yang disyaki. Tiga ketetapan sebelum i

Menimbang Hak Imunitas Komisi Pemberantasan Korupsi

Presiden Samo Bambang Vijayant Bambang Vijayant (CPK) telah menandatangani keputusan presiden. PKC Bagian 32 dari KUHAP mengatur tentang pemberhentian Komisaris CDP yang dicurigai melakukan tindak pidana, terlepas dari pelanggarannya. Kata-kata dalam undang-undang CDP tidak ganda, diketahui, harus dihormati. Jika komisaris curiga, komisaris harus mengundurkan diri tanpa kecuali. Kenang Publik Beberapa tahun lalu Bibi Samad Rianta Chandra Hamza (keduanya komisioner KPCK) dideportasi karena dicurigai memusuhi Presiden Susilo Bambang Yudhayo dan POLRI dan KPK. "Sikak Buya Jilid 1." Prinsip Penilaian Rasa Bersalah Prinsip penilaian kemurnian telah lama dikenal di lembaga penegak hukum. Asas ini berarti bahwa kita harus menerima bahwa orang tersebut tidak bersalah selama tersangka tidak bersalah di pengadilan yang tetap. Tahapan persidangan di mana tersangka akan membuat keputusan akhir yang mengikat itu panjang; Sekalipun vonis dibatalkan, terpidana dapat mengajukan grasi

Beberapa Permasalahan Perkawinan Campuran Antara WNI & WNA: Tentang Hak Asuh Anak & Harta Bersama (part 2)

Hasil Perceraian Hak Ibu Bapa Kanak-Kanak Berlainan Warganegara PENGUMUMAN. Sebelum disahkannya Undang-undang No. 12 tahun 2001, perkawinan di Indonesia diatur dengan Undang-undang Kewarganegaraan No. 62 Tahun 1958. Undang-undang Indonesia ini berpegang pada prinsip sanguineisme patriarki: anak yang lahir di luar nikah dan segera menikah dengan nenek dari pihak ayahnya. tertakluk kepada paterniti. Dalam kes kewarganegaraan, kewarganegaraan hanya boleh diperoleh apabila kanak-kanak itu mencapai umur 18 tahun. PENGUMUMAN. Anak-anak yang lahir selepas Ogos 2006 akan diberikan dua kewarganegaraan apabila berlakunya Undang-undang Kewarganegaraan Indonesia No. 12 pada tahun 2006. Selepas 18 tahun (sehingga 3 tahun tempoh tangguh), kanak-kanak itu mesti memilih kewarganegaraan, di mana-mana negara yang dia pilih. . Pada masa perceraian, ibu telah melepaskan kewarganegaraan anaknya pada tahun 2002. Di bawah seksyen 3(3) Undang-undang No. 23 Tahun 2002, dia boleh menukar kewarganegaraan ana