Langsung ke konten utama

Menunggu Hak Konstitusional Lahir Kembali

Oleh Andy Solastri - Komisaris Besar Hukum KOHATI HMI Unhas 2012-2013

Siang ini tidak seperti sebelumnya, dan panas terik menyapu kota. Tapi itu tidak menghentikan saya dan teman saya yang lain untuk mencari sumber pekerjaan yang penting. Sesampainya di rumah juru kunci, Pac Ariel (anonim), kami disambut hangat oleh keluarga.

Di sana kami melihat berbagai aktivitas masyarakat biasa, seperti menjahit, memahat, menyulam, dan sebagainya. Pak Ariel segera menelepon kami, dan dia sangat baik dan selalu tersenyum.

Buck Ariel memulai kisahnya saat masih kuliah. Dia mengatakan dia adalah salah satu siswa terbaik di kelasnya, dia telah memenangkan kejuaraan berkali-kali, dan dia selesai pertama dalam kompetisi di Boger. Itu adalah tiket untuk belajar di Universitas Bogor, tetapi sayangnya dia harus mendaftar di institut itu tiga bulan kemudian karena cacat.

Kami sedikit heran dengan apa yang terjadi pada Pak Ariel karena Pak Ariel berhak menuntut ilmu sebagai warga negara Indonesia. Lihat hanya sebagian dari artikel untuk menyimpulkan: “Setiap orang berhak atas perlindungan kepentingan moral dan material yang dihasilkan dari setiap produksi ilmiah, kesusastraan, atau artistik di mana ia adalah penciptanya. Kemanusiaan.” Padahal, sebagai bagian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, Republik Indonesia memiliki hak yang sama dengan warga negara lainnya. Lalu, apakah hak konstitusional itu? Lihat beberapa referensinya tentang hak konstitusional.

Profesor. Pakar hak konstitusional Jimley al-Siddiqui berpendapat bahwa hak konstitusional sama dengan hak asasi manusia. Dia percaya bahwa hak asasi manusia diabadikan dalam UUD 1945, yang menjamin hak konstitusional semua warga negara, atau "hak konstitusional".

Namun harus jelas bagi mantan ketua MK itu bahwa tidak semua hak konstitusional sama dengan hak asasi manusia. Karena baginya ada hak konstitusional yang tidak ada di departemen HAM. Misalnya, hak untuk memegang jabatan publik adalah hak konstitusional yang tidak berlaku untuk semua non-warga negara. Namun, setiap hak asasi manusia memang harus menjadi bagian dari hak fundamental.

Hak-hak berikut diabadikan dalam Konstitusi.
Beberapa hak asasi manusia yang hanya berlaku bagi warga negara Indonesia sebagai hak konstitusional. Misalnya, (1) hak-hak yang diabadikan dalam pasal tersebut menyatakan: "Setiap warga negara berhak atas akses yang sama terhadap layanan pemerintah" (2) "Setiap warga negara berhak atas pendidikan." Ketentuan ini berlaku khusus untuk warga negara Indonesia, tetapi tidak untuk semua penduduk Indonesia;

Beberapa hak asasi manusia, meskipun berlaku untuk semua, berlaku untuk kepentingan tertentu, terutama bagi warga negara Indonesia tertentu. Misalnya, pasal "Setiap orang berhak berorganisasi, berkumpul, dan berekspresi". Meskipun ketentuan ini bersifat universal, pelaksanaannya membedakan hak orang asing dengan warga negara Indonesia.

Cakupan Pemilu Warga Negara: Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur, Wali Amanat dan Wakil Presiden, Walikota dan Wakil Walikota, Walikota, Hakim Konstitusi, Hakim Mahkamah Agung, Auditor Mahkamah Agung dan Wakil Penasehat, MPR DPR, DPD dan DPRD, Panglima TNI, Panglima Polri, Dewan Gubernur Bank Indonesia, Anggota Panitia Pemerintah dan warga negara Indonesia lainnya dipilih secara langsung atau tidak langsung.

Hak-hak warga negara, seperti Tentara Nasional Indonesia, polisi pemerintah, jaksa penuntut umum, dan pegawai negeri sipil, serta jabatan struktural dan praktis dalam kepegawaian dan daerah pemilihan lainnya.

Untuk kembali ke kasus Pak Ariel, dia harus bekerja keras karena dia sering diperlakukan tidak adil dan didiskriminasi, bahkan jika dia tidak mengenyam pendidikan yang layak. Lantas apa yang dilakukan pemerintah selama ini untuk menekan persepsi ketidakadilan di masyarakat?

Komentar

Postingan populer dari blog ini