Langsung ke konten utama

Babak Baru Hukum Perparkiran Indonesia

Cerita bermula pada tanggal 1 Maret 2000, ketika Ibu Annie R Galtom sedang membeli sebuah Toyota Kijang Super No. B 255 SD tahun 1994 yang dikendarai oleh putranya Huntas Tambonan di tempat parkir daratan (sekarang Carrefour Plaza Simbaca Mas) yang diparkir di Jakarta Pusat. , dimiliki oleh PT. Securindo Pakatama Indonesia. Keduanya yakin mobil aman, karena kartu masuk, kunci mobil, dan STNK ada di tangan Kontas Tambonan. Ketika mereka selesai berbelanja, ibu dan anak itu tidak bisa mengemudikan mobil mereka di sana.
tempat kembali. Dicari di tempat yang berbeda , tidak ditemukan. Bagaimana Anda kehilangan mobil tetapi apakah tiket, kunci, dan surat registrasi sudah dekat? Ini adalah sesuatu yang tidak bisa mereka terima.
SM. Annie R. Goltum dan Hontas Tambonan berusaha mengajukan laporan mobil hilang. Mereka juga meminta PT. Securindo Packatama Indonesia, tetapi valet mengatakan pemilik bertanggung jawab atas kehilangan mobil. Manajer parkir meminta pengembalian dana standar: "Kami tidak bertanggung jawab atas kendaraan yang hilang." Hal ini sesuai dengan prasasti pada setiap karcis parkir yang menyatakan bahwa “pengelola tidak bertanggung jawab atas segala kehilangan, kerusakan, kecelakaan pada kendaraan, kehilangan benda di dalam kendaraan dan/atau yang terjadi pada orang yang menghentikan kendaraan. Area Pengemudi Jika kita waspada, Dengan menuliskan kata yang sama pada setiap karcis parkir kita, ada yang mengatakan “Kehilangan kendaraan dan barang lainnya bukan tanggung jawab pengemudi” atau “Kehilangan kendaraan dan barang lainnya akan ditukar dengan denda sebesar parkir".
SM. Hal itu tidak diterima oleh Annie R. Galtom dan Hontas Tambonan. Kemudian mereka mengajukan gugatan berupa gugatan perdata yang diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan No. 551 / Pdt.G / 2000 / PN.JKT.PST, dimana Rs. 137.000.000 dan kompensasi tidak berwujud Rs. 100.000.000 PT remaja. Securindo Pakatama Indonesia. Hal itu berdasarkan ketentuan pasal 1366 dan 1367 KUHPerdata serta pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Hak Konsumen 1 Maret 2000. Kasus ini diajukan sebagai PT. Securindo Packatama Indonesia diduga melakukan perbuatan melawan hukum. Jum Securindo Packatama Indonesia sesuai dengan ayat 2 pasal 36 ordonansi no. hukum n. 5 tahun 1999 tentang perparkiran. Aturan tersebut memuat klausul dalam tiket parkir, yang menyatakan bahwa pengelola parkir tidak bertanggung jawab atas kehilangan, kerusakan, kecelakaan kendaraan, kehilangan barang di dalam mobil atau yang menimpa orang yang menggunakan tempat parkir. Ini adalah PT. Securindo Packatama Indonesia bersembunyi di balik kewajiban pemilik untuk bertanggung jawab atas kehilangan kendaraan.
Akhirnya, pada bulan Juni 2001, majelis hakim dari Pengadilan Tingkat Pertama memenangkan gugatan penggugat (Nyonya Annie R. Goltum) dan menghukum tergugat (PT. Securindo Packatama Indonesia) sebesar Rs. 60 juta panggilan tidak berwujud. 15 juta. Dalam putusannya, majelis memutuskan bahwa sikap negatif PT Securindo Packatama Indonesia dapat digolongkan sebagai perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa “setiap perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain, yaitu seseorang, melalui perbuatannya sendiri. kesalahan, menerbitkan ganti rugi, wajib mengganti kerugian.
Suatu tindakan dianggap ilegal jika memenuhi salah satu kondisi berikut:

  1. Melanggar hak orang lain
  2. Berlawanan dengan kewajiban hukum mereka,
  3. Berlawanan dengan kesopanan,
  4. Bertentangan dengan kebutuhan untuk memperhitungkannya dalam interaksi sosial dalam hubungannya dengan orang atau benda lain.

Dalam hal ini, adanya unsur yang bertentangan dengan hak orang lain dikaitkan dengan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh terdakwa. Jaksa melaporkan kehilangan mobil, menurut laporan dari polisi. nomor. /170/K/III/2000/Sek.KMO, 1 Maret 2000. Namun demikian, hak para pemohon atas keamanan, penggeledahan dan pengekangan maksimum dikecualikan atau dilanggar oleh para terdakwa. Dengan demikian, elemen ini terwujud. Unsur yang terkait dengan delik ini juga terkait dengan unsur pelanggaran kewajiban hukumnya, dimana sebagai suatu kegiatan parkir, terdakwa dituntut untuk menjamin keamanan yang maksimal bagi setiap kendaraan yang diparkir di sektor parkir. .
Bank Hakim yang saat itu diketuai Ketua DPR Andy Samsan Nganro (sekarang Hakim Agung) berpendapat dalam putusannya bahwa standar klausul denda parkir adalah kesepakatan sepihak. Perjanjian ini batal. Rattab n. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Pasal 18 menyatakan bahwa badan usaha dilarang mencantumkan persyaratan standar, seperti perjanjian parkir atau tanda terima. Asosiasi menemukan bahwa terdakwa (PT. Securindo Packatama Indonesia) bukan hanya peraturan daerah DKI. 5/1999 sebagai tameng untuk lari dari tanggung jawab. Barang standar seperti karcis parkir jelas merugikan kepentingan konsumen di mata jemaah. Karena ketika pengendara berhenti di tempat parkir, dia tidak punya pilihan selain parkir di sana. Kesepakatan itu diterima oleh pengemudi sebagai keadaan darurat. Resolusi tersebut juga mencakup kesepakatan pembuatan undang-undang perlindungan konsumen. UU no. 8 tahun 1999 mengatur tentang konsep konsumen, hak konsumen, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Klausa baku didefinisikan dalam pasal 1 ayat 10 undang-undang no. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa Model Klausula adalah setiap aturan, klausul, dan ketentuan yang ditetapkan secara sepihak dan ditentukan sebelumnya oleh badan usaha, sebagaimana diuraikan di atas. dalam dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan harus dipatuhi oleh konsumen. Setiap klausula baku yang ditetapkan oleh suatu entitas ekonomi dalam suatu dokumen atau perjanjian yang melaksanakan ketentuan-ketentuan ini diakui batal demi hukum. Catatan penjelasan undang-undang no. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Hak Konsumen menyatakan bahwa larangan ini bertujuan untuk menyamakan kedudukan konsumen dengan badan ekonomi berdasarkan asas kebebasan berkontrak.
Prinsip kebebasan kontraktual menyatakan, di satu sisi, keberadaan klausa standar. Selama para pihak setuju, tidak ada yang perlu dikeluhkan, tetapi, di sisi lain, prinsip kebebasan kontraktual tidak adil jika diterapkan pada dua pihak yang mengambil posisi yang tidak setara dalam negosiasi. Muatan ketentuan baku juga bertentangan dengan asas pakta sebagai salah satu syarat sahnya kontrak, sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata.
Dalam peninjauannya, Panitia Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga berpendapat bahwa ini (kehilangan kendaraan terdakwa (Annie Galt)) tidak terlepas dari kelalaian dan kelalaian terdakwa (Pejabat Senior atau Karyawan PT Securindo Packatama). Indonesia (resmi). Pimpinan atau karyawan PT. Securindo Packatama Indonesia, yang bertanggung jawab tidak hanya untuk memastikan kemudahan parkir, tetapi juga mengendalikan semua kendaraan yang beredar di tempat parkir. Selanjutnya, putusan Kasasi no. 1226K/Cip/1997 tanggal 13 April 1978, yang kemudian diadopsi sebagai pendapat oleh perkumpulan, yang menyatakan bahwa segala tindakan yang dilakukan oleh bawahan menjadi tanggung jawab majikan. Jika terkait dengan pertanyaan ini, maka kru PT. Securindo Packatama Indonesia, yang menyediakan layanan parkir, memiliki tanggung jawab hierarkis terhadap pengemudi. Oleh karena itu kewajiban tersebut dilakukan oleh tergugat yaitu PT Securindo Packatama Indonesia.
Berdasarkan pertimbangan keputusan tersebut, dapat disimpulkan bahwa badan usaha dilarang memperkenalkan ketentuan standar yang dengan cara apapun mengalihkan tanggung jawab dari badan usaha kepada konsumen. Hal ini juga menegaskan bahwa kegiatan ilegal (PMH) yang dilakukan oleh PT. Securindo Packatama Indonesia berusaha untuk meminta pertanggungjawaban Annie R. Gault dan Kontas Tambonan atas hilangnya kendaraan pemilik aslinya.
Adapun logika bahwa parkir sama dengan menyewa rumah, jika terjadi kehilangan barang berharga milik kontraktor, pemilik rumah tidak bertanggung jawab atas kehilangan, ini tidak dapat diterima. Pembayaran parkir tidak dilakukan sesuai kontrak, tetapi dibayar untuk barang yang dikirim. Jika Anda melihat Pasal 1714 KUH Perdata Federasi Rusia, yang menurutnya penerima gadai wajib mengembalikan barang yang sama kepada gadai, manajer parkir, dengan analogi fakta bahwa tempat parkir adalah tempat penyimpanan. barang, yang dititipkan jika terjadi kerugian. Disebutkan dalam pasal 1694 KUHPerdata, yang mengatur bahwa penyimpanan terjadi pada waktu seseorang menerima barang dari orang lain, dengan ketentuan penerima barang menyimpannya dan mengembalikannya dalam bentuk aslinya.
Usai vonis, terdakwa (PT. Securindo Packatama Indonesia) mengajukan kasasi ke Pengadilan Tinggi Jakarta. Di tingkat banding, Komisi Banding menyimpulkan bahwa pemohon (PT. Securindo Packatama Indonesia) telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak mau bertanggung jawab atas hilangnya mobil pemohon (Ibu Annie R. Galtom). nomor. . Satu-satunya hal yang diperbaiki oleh Pengadilan Tinggi adalah jumlah kerusakan yang seharusnya dibayar. Dewan Banding menghukum penggugat (PT. Securindo Packatama Indonesia) sebesar Rs. 60 juta untuk pemohon (Annie R. Galtom). Juri banding tidak sependapat dengan pertimbangan juri level 1 mengenai kompensasi nonmoneter berdasarkan stres dan gangguan jiwa penggugat. Pengadilan banding menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan nyata antara gejolak mental, stres dan kehilangan mobil. Komisi banding juga memutuskan bahwa penyitaan uang jaminan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat adalah sah dan berharga. Komisi Banding menerima semua pertimbangan hukum untuk pertemuan tingkat pertama, kecuali jumlah kompensasi.
Pembanding (PT. Securindo Packatama Indonesia) mengajukan banding (perkara no. 1246/K/PDT/2003). Terhadap putusan kasasi tersebut, namun dalam putusan kasasi, Mahkamah Agung memutuskan untuk tidak mengabulkan kasasi penggugat (PT. Securindo Packatama Indonesia). Pengadilan Kasasi berpendapat bahwa catatan kasasi yang diajukan oleh penggugat dari Lembaga Kasasi (PT. Securindo Packatama Indonesia) telah melampaui batas waktu yang sah. Putusan banding telah dikirimkan kepada tergugat (PT. Securindo Packatama Indonesia) pada tanggal 19 November 2002. Namun, pengaduan dan nota banding tertulis tidak diterima oleh Panitera sampai dengan 12 Desember 2002 (dua tahun kemudian). minggu). Inilah yang menurut Mahkamah Kasasi keluar dari ketentuan undang-undang.
Terkait putusan kasasi, kuasa hukum penggugat (PT. Securindo Packatama Indonesia) mengatakan kepada media bahwa mereka tidak menunda pengajuan kasasi dan menuduh Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas keterlambatan pengajuan kasasi. tanggal registrasi. Perlu dicatat sekali lagi bahwa pengadilan, yang merupakan badan hakim dalam kasus ini, hanya mengandalkan alat bukti resmi. Yang direkam dan ditulis adalah konduktornya. Tidaklah tepat bagi kuasa hukum para pihak, kuasa hukum dalam hal ini, untuk menuntut pengadilan tanpa adanya bukti kelalaian. Lebih jauh lagi, pemberitaan di media pada akhirnya dapat merusak citra lembaga peradilan itu sendiri.
Selanjutnya, pada tahun 2007, terdakwa mengajukan ganti rugi definitif dalam kasus ini, proses peradilan, yang terdaftar di kantor pendaftaran di bawah no. menolak permohonan uji materiil, yang berarti putusan ada pada putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memutuskan PT. Securindo Pakatama Indonesia Rp. 60.000.000 Peninjauan Kembali juga memperhitungkan semua pertimbangan hukum Pengadilan Tingkat Pertama.
Dalam hal ini, keputusan tidak dapat diubah dan mengikat karena telah diambil. Keputusan ini harus menjadi yurisprudensi untuk perselisihan antara konsumen dan penyedia layanan lainnya. Jika seseorang tidak menerima keputusan ini dan tidak puas dengan itu, dan karena Dewan memutuskan berdasarkan undang-undang, para pihak dapat mengajukan peninjauan kembali terhadap pasal-pasal dan undang-undang yang menjadi dasar keseimbangan. presisi. . Mahkamah Konstitusi.
Solusi ini memiliki banyak pro dan kontra. Asosiasi Pengelola Mal Indonesia dan operator parkir lainnya menilai keputusan tersebut sangat tidak adil. Namun, pihak yang memenangkan perkara biasanya menyatakan putusan pengadilan itu adil dan yang kalah menyatakan putusan itu tidak adil.

Komentar

Postingan populer dari blog ini