Langsung ke konten utama

Antara Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum


Masih ada kebingungan di kalangan pengacara tentang perbedaan antara PMH dan Wan Prestasi. Faktanya, tidak ada satu pun gugatan Van Prestas yang diajukan ke PMH dan belum diajukan ke pengadilan. Apa sebenarnya perbedaan antara "prestasi yang gagal" dari PMH? 

Mari kita lihat dulu pendapat beberapa ahli tentang hal ini.

Yoni A Setyono (Guru Besar Acara Perdata Universitas Indonesia) berpendapat bahwa mengkonsolidasikan gugatan PMH atas wanprestasi secara hukum tidak diperbolehkan ( Hukumonline, 3 Agustus 2009 ). M. Dalam bukunya Hukum Acara Perdata, Yahya Harahap menyatakan bahwa "tidak ada alasan untuk mengacaukan non-pembayaran dengan PMH selama persidangan". Pendapat kedua ahli ini sesuai dengan Putusan no. 100 Mahkamah Agung. 1875 K/Pdt/1984 (24.04.1986) menyatakan bahwa “perpaduan antara suatu tuntutan melawan suatu undang-undang dengan keinginan untuk mengingkari/memenuhi suatu janji tidak dapat dibenarkan dengan suatu tata cara yang diatur” harus diputuskan secara tersendiri”.
Jahja Harahap mendefinisikan non-fulfillment sebagai pemenuhan kewajiban yang tidak terpenuhi tepat waktu atau semestinya. Pihak-pihak yang merasa menderita akibat wanprestasi dapat menuntut wanprestasi, pemutusan kontrak, atau meminta ganti rugi kepada debitur, tetapi perbuatan debitur tidak wajar atau tidak cukup untuk memenuhi kewajibannya jelas-jelas merupakan pelanggaran kreditur. hak. Pelanggaran terhadap hak orang lain merupakan perbuatan melawan hukum. Artinya, cacat adalah spesies, sedangkan seks adalah tindakan ilegal.

Hal senada juga disampaikan pengacara Belanda Asser Ruten yang menyatakan tidak ada perbedaan materiil antara perbuatan salah dan wanprestasi. Menurutnya, tidak menghormati bukan hanya pelanggaran hak orang lain, tetapi juga pelanggaran hak materiil.

Jadi apa perbedaan utama antara tindakan "ilegal" dan "tindak pidana"? Kita dapat dengan mudah melihat persamaan dan perbedaannya. Baik kesalahan maupun pelanggaran dapat dikompensasikan.

Sederhananya, pelanggaran itu bermula dari kesepakatan . Artinya hipotesis pelanggaran terhadap objek hukum harus terlebih dahulu merupakan kesepakatan antara kedua belah pihak dalam pengertian Pasal 1320 KUH Perdata. Berdasarkan pasal ini, Nota Kesepahaman dan Perjanjian Informasi juga dapat dilanggar sesuai dengan ketentuan Perjanjian yang terkandung dalam pasal ini.

Seseorang tidak hadir jika dia melanggar kontrak yang disepakati dengan pihak lain. Dengan tidak adanya kesepakatan sebelumnya, tidak akan ada penundaan.

Sebaliknya perbuatan melawan hukum itu timbul karena hukum itu sendiri yang memutuskan (Pasal 1352 KUHPerdata). Tindakan melawan hukum hanya didasarkan pada hukum, bukan persetujuan. Perbuatan melawan hukum adalah akibat perbuatan manusia yang ditetapkan oleh hukum.

Seseorang telah melakukan perbuatan melawan hukum jika perbuatannya itu melanggar hak orang lain, melanggar kewajiban hukumnya atau bertentangan dengan kesusilaan umum. Perbuatan melawan hukum adalah akibat perbuatan manusia yang sesuai dengan hukum ( rechtmagitg, legalfull ) atau yang tidak sesuai dengan hukum ( ilegal, illegal ). Dari situ kita tahu apakah telur dari suatu perbuatan melawan hukum merupakan tindak pidana ( faktum delictum ), perbuatan perdata yang salah ( judicial liability ), atau keduanya sekaligus. Dalam hal terjadi dua kesalahan (tindak pidana – perdata), sanksi pidana – perdata dapat ditempuh secara bersamaan.

MA Moegni Djojodirdjo (dalam gugatan melawan hukum) berpendapat bahwa sangat penting untuk mempertimbangkan apakah seseorang akan menggugat wanprestasi atau perbuatan melawan hukum karena akan ada perbedaan. beban pembuktian, perhitungan ganti rugi, besarnya ganti rugi atas tuduhan, pelanggaran dan perbuatan melawan hukum.

Dalam gugatan melawan hukum, penggugat wajib membuktikan semua unsur delik yang tidak adil, kecuali pembuktian adanya kesalahan oleh debitur. Sebaliknya, dalam hal wanprestasi, penggugat cukup membuktikan bahwa telah terjadi wanprestasi atau telah terjadi wanprestasi.

Penggugat dalam gugatan dapat meminta ganti rugi (restitutio in integrum). Namun, tidak ada tindakan yang akan diambil jika tindakan tersebut untuk pelanggaran kontrak.

Setyavan (arbiter BANI, mantan hakim senior) melihat perbedaan antara wanprestasi dan perbuatan melawan hukum hanya karena perbedaan antara undang-undang dan perjanjian adalah bahwa hukum tertulis dapat ditulis, perjanjian tertulis dapat berupa no. . Hukum berlaku untuk umum, kesepakatan untuk para pihak. Perbuatan melawan hukum adalah bila bertentangan dengan undang-undang yang berlaku untuk umum, sedangkan delik itu terjadi berdasarkan suatu kontrak yang berlaku bagi para pihak.

Perubahan lain terlihat dalam prosedur pengaduan / dakwaan, yang kegagalannya memerlukan prosedur seperti pengakuan bersalah ( kegilaan, kelalaian, antar pelatio, isolasi , 1243 BGB) selama tidak ada klausul. dalam kontrak bahwa debitur dianggap lalai, tanpa memerlukan peringatan . Hal ini diperkuat dengan Putusan Pengadilan Tinggi No. 186 K/Sip/1959 tanggal 1 Juli 1959, yang menyatakan bahwa: Debitur belum memenuhi kewajibannya sampai dengan disebutkan dalam akta kreditur.

Dalam hal perbuatan melawan hukum, hak untuk menuntut dapat dilaksanakan tanpa perlu adanya penarikan kembali. Begitu ada kasus ilegal, pihak yang dirugikan dapat menuntut secara langsung ( gugatan, gugatan, ganti rugi ).

Perubahan yang nyata terlihat pada sifat tuntutan ganti rugi, dimana dalam hal ketidakpatuhan, perhitungan ganti rugi dihitung sejak saat kelalaian (Pasal 1237 KUHPerdata), sebagaimana diatur dalam perhitungan ganti rugi. berdasarkan: merinci jumlah a, mis. B. Kerugian kreditur, keuntungan yang akan diwujudkan dalam pelaksanaan kontrak, balas jasa ( persentase ) -> harus dirinci (Pasal 1246 KUH Perdata).

Sementara tuntutan ganti rugi untuk suatu perbuatan melawan hukum tidak boleh menunjukkan jumlah ganti rugi, tidak ada rincian yang diperlukan (Pasal 1265 KUH Perdata). Tuntutan ganti rugi didasarkan pada perhitungan yang objektif dan konkrit yang melibatkan material dan moral. Besarnya ganti rugi juga dapat dihitung dengan cara mengembalikan keadaan semula ( kembali ke keadaan semula, pemulihan keadaan semula, pemulihan keadaan semula ).

Meskipun tuntutan pelanggaran tidak disyaratkan secara rinci, beberapa yurisdiksi Pengadilan Tinggi membatasi tuntutan pada tingkat kompensasi, misalnya : Hukum Perdata . “Suatu kode yang didasarkan pada penilaian kedudukan sosial ekonomi kedua belah pihak. ” 196 K/Sip/1974, tanggal 7 Oktober 1976). Apalagi “ masalah besarnya ganti rugi memang merupakan persoalan peluang yang tidak dapat diselesaikan dengan cara apapun” (Putusan No. 1226 K/Sip/1977 Pengadilan Tinggi tanggal 13 April 1978 )

Lantas bagaimana seharusnya keputusan hakim dalam menangani kasus seperti ini? Idealnya, jika suatu perkara diangkat yang menumpuk secara ex officio di BPK pelaku, tanpa mengharapkan eksepsi dari terdakwa, maka hakim akan mengambil keputusan TIDAK ( tidak dinyatakan dapat diterima ) atau menyatakan bahwa permohonan tersebut tidak dapat diterima. .

Komentar

Postingan populer dari blog ini