Langsung ke konten utama

Asas-Asas Hukum Acara Pidana

Pokok-pokok Hukum Acara Pidana

1.      asas legalitas
Legitimasi berasal dari kata legitim (Latin) yang berarti sah menurut undang-undang. Asas legalitas diakui sebagai berikut:
sebuah.     Menurut hukum pidana, “tidak ada perbuatan yang dapat dipidana kecuali ditentukan oleh hukum pidana yang berlaku”. (Nullum Delictum Nulla Poena Sine Previa Lege Poenali). Asas ini tercermin dalam Pasal 1 (1) KUHP.
b.     Semua kasus pidana harus dibawa ke hadapan hakim. (Lihat Pembukaan huruf “a” StPO. Kemudian ada asas kemudahan, yaitu seseorang tidak dapat dituntut karena alasan dan alasan kepentingan umum, sehingga kasusnya diberhentikan). Asas tersebut dianggap bertentangan dengan asas legalitas, Pasal 8 Undang-Undang Dasar Kejaksaan Agung tahun 1961 mengatur bahwa Jaksa Agung tidak boleh dirampas dari kepentingan umum Jaksa Agung.
2.      Asas persamaan di depan hukum
Asas ini sejalan dengan Pasal 5 (1) Undang-Undang Dasar Perundang-undangan, yang menyatakan: Orang diadili oleh pengadilan tanpa diskriminasi. Ada juga penafsiran umum Pasal 3 KUHAP: Perlakuan yang sama di depan hukum tanpa diskriminasi untuk semua.
3.      Asas praduga tak bersalah (presumption of innocence)
Asas ini terdapat dalam penafsiran umum Pasal 3 (c) KUHAP. Hal ini juga tercermin dalam Undang-Undang Dasar 2008 tentang Pengadilan. Pasal 14 ayat 8 tahun 1970 menyatakan:
Menurut Yahya Harahap, asas praduga tak bersalah disebut sebagai “ prinsip tandingan” dalam Penyelidikan .
Asas penuntutan adalah pada setiap tingkat penyidikan kedudukan tersangka/terdakwa sebagai subjek penyidikan, bukan sebagai subjek penyidikan, oleh karena itu tersangka/terdakwa harus diperlakukan secara bermartabat dan bernilai sebagai manusia. . Menurut asas penuntutan, tujuan penyidikan pendahuluan adalah delik (pelanggaran) yang dilakukan oleh tersangka atau terdakwa atau tujuan pemeriksaan.
4.      Kebijakan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan dilakukan atas perintah tertulis dari pejabat yang berwenang.
Asas ini tercermin dalam ayat 3.b tafsir umum KUHAP. Penahanan diatur secara rinci dalam Pasal 15 sampai dengan 19 KUHAP. Tentang peradilan militer diatur dalam Pasal 75-77 UU 25 Tahun 2008. 1997 31.
Penahanan diatur oleh Pasal 20 sampai dengan 31 KUHP. Pasal 78-80 dan 137 dan 138 untuk pengadilan militer. KUHAP 1997 dan pengadilan militer juga mengatur tentang pemenjaraan.
Penggeledahan diatur oleh Pasal 32 sampai 37 KUHAP. Adapun pengadilan militer, ada dalam Pasal 82-86. 1997 31.
Penyitaan diatur dalam Pasal 38 sampai dengan 46 KUHP. Adapun pengadilan militer ada dalam Pasal 87-95. 1997 31.
5.      Prinsip kompensasi dan rehabilitasi
Prinsip ini juga tercermin dalam interpretasi umum paragraf 3 StPO. Pasal 9 Undang-Undang Dasar. 14 Tahun 1970, yang juga mengatur tentang ganti kerugian. Rincian kompensasi dan rehabilitasi Pasal 101 sampai StPO 101
Pasal-pasal KUHAP tidak mengatur secara spesifik siapa yang akan menerima ganti rugi. Namun, pada 1 Agustus 1983, IV. Bab tersebut menetapkan peraturan dengan PP. 27/1983 Disebutkan bahwa ganti rugi dibayar oleh Negara (Departemen Keuangan). Sebagai bagian dari tata cara pembayaran, Menteri Keuangan juga menerbitkan Perintah 2008. 983 / KMK. 31 Desember 1983 01/1983.
Selain itu, 98 hingga 101 termasuk hukuman dan kerusakan di StPO.
6.      Prinsip keadilan cepat, mudah dan murah.
Tidak lebar dan bercampur. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana memuat beberapa ketentuan tentang asas ini, antara lain Pasal 50: “Seorang tersangka atau terdakwa berhak untuk diperiksa oleh penyidik ​​tanpa ditunda-tunda, dan penyidik ​​harus segera hadir untuk umum. Jaksa yang langsung dihadirkan ke pengadilan sebagai jaksa, langsung dibawa ke pengadilan. Pasal lainnya, khususnya Pasal 102 (1), Pasal 106 (1), Pasal 107 (3), dan Pasal 140 (1).
Asas ini juga diatur dalam Pasal 98 KUHAP.
7.      Pada prinsipnya tersangka/terdakwa berhak atas bantuan hukum.
Pasal 69 sampai dengan 74 KUHAP memberikan kebebasan bantuan hukum bagi tersangka atau terdakwa.
Prinsip bantuan hukum telah menjadi ketentuan universal di negara-negara yang demokratis dan beradab.
8.      Prinsip-prinsip operasi pengadilan yang terlibat dalam penyelidikan proses pidana dengan partisipasi terdakwa.
Ketentuan penting 154, 155, dst. diatur oleh. KUHAP. Pengecualian adalah kemungkinan pengambilan keputusan ketika terdakwa tidak hadir, yang merupakan keputusan tidak rahasia atau rahasia, tetapi itu adalah satu-satunya pengecualian dalam kasus-kasus pelanggaran lalu lintas. Pasal 214 mengatur tata cara pemeriksaan ayat . Khususnya hukum acara pidana, misalnya . Korupsi dan pengadilan penipuan lainnya tanpa kehadiran atau ketidakhadiran terdakwa , 1971 31 .
9.     Prinsip Peradilan Negara .
Pasal yang mengatur prinsip ini diatur dalam Pasal 153 (3) dan (4) STPO. dia menuduh anak di bawah umur.




Daftar Pustaka / Sumber: MT Makarao dan Suhasril. 2010. Hukum Acara Pidana Secara Teori dan Praktek. Bogor: Ghalia Indonesia.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Problematika Perlindungan Saksi

Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban No. 13 Tahun 2006 memberikan kesempatan yang luas bagi perlindungan saksi atau korban, dan salah satu bentuk perlindungan tersebut adalah hak untuk mengubah identitas diri. Namun, di sisi lain, Pasal 77 Kepresidenan Nomor 23 Tahun 2006 melarang siapa saja yang tidak berhak mengubah data pribadinya. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengakui masih sulitnya mengubah identitas orang yang dilindungi. Dalam hal ini, organisasi memiliki kewenangan untuk mengubah identitas saksi atau pembela. 2006 13 Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai benar mengakui kesulitan yang dihadapi organisasi yang dipimpinnya. Hingga saat ini, belum ada satu orang pun yang diidentifikasi sebagai saksi atau korban. Semendawai berpendapat bahwa tidak ada aturan atau mekanisme untuk mengubah identitas. Ia percaya bahwa saksi atau korban yang selalu berada di bawah ancaman harus memiliki hak untuk mengubah identitas dan tempat tinggal mereka. Pihak yang...

Menggugat Praperadilan Penetapan Status Tersangka

Pada pertengahan 2012, Hakim Suko Harson (Mahkamah Daerah Jakarta Selatan (JPC)) mengadakan perbicaraan awal kes itu untuk menentukan status suspek kes rasuah PT. Chevron Pacific Indonesia. keputusan pembetulan PT. Chevron tidak bernasib baik: keputusan itu telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung, dan Hakim Suko Harsono didenda kerana berkelakuan tidak profesional. Sekali lagi pada pertengahan 2014, Hakim M. Razzad (PN. Jakarta Selatan), bersama ketua Kumpulan Permata Hijau, tersangka Toto Chandra, mengadakan perbicaraan awal terhadap penetapan status tersangka oleh Administrasi Pajak Umum. . Keputusannya adalah seperti berikut: Mahkamah Agung telah dimansuhkan, dan Hakim M. Razzad telah didakwa oleh Suruhanjaya Perundangan Kehakiman kerana kelakuannya yang tidak profesional. Seterusnya, ini pula kisah trio dalam PN. Di Jakarta Selatan, Hakim Sarpin Rizaldi mengesahkan dakwaan awal Suruhanjaya Rasuah (CPC) untuk menentukan status Buddha Gunawa yang disyaki. Tiga ketetapan sebelum i...