Langsung ke konten utama

HUKUM, AZAS DAN PRINSIP PAJAK


Sistematika Hukum Pajak

MEDIA BARU - Hukum pajak termasuk hukum publik. Hukum dalam pajak berisi tentang hak dan kewajiban wajib pajak kepada pemerintah. Hukum pajak mengatur hubungan hukum antara negara dengan wajib pajak, sehingga merupakan bagian dari hukum publik.


HUKUM, AZAS DAN PRINSIP PAJAK

Hukum pajak terdiri atas 2 macam yaitu:

  1. Hukum Pajak Material Hukum yang berisi aturan yang harus dikenakan pajak. Siapa saja yang harus dikenakan, berapa besar pajaknya, mulai terhutang, sanksi-sanksi, pembebasan dan pengembalian pajak, hubungan wajib pajak dengan pemerintah dan sebagainya. Contoh hukum pajak material adalah PPh (Pajak Penghasilan), PPN (Pajak Pertambahan Nilai), PBB dan PPN atas Barang Mewah.
  2. Hukum Pajak Formal Yang termasuk hukum pajak formal adalah peraturan-peraturan mengenai tata cara untuk pelaksanaan hukum pajak material. Tujuan dari hukum formal adalah untuk melindungi pihak fiksus dan wajib pajak/menjamin bahwa pelaksanaan hukum pajak dapat terselenggara secara benar.

Dalam pembuatan UU perpajakan ada beberapa asas yang perlu diperhatikan, yaitu:

  • Asas Falsafah Hukum UU perpajakan harus mengabdi kepada keadilan baik UU maupun pelaksanaannya. Oleh karena itu teori-teorinya adalah teori bakti, teori asuransi, teori kepentingan, teori gaya pikul, teori gaya beli.
  • Asas Yuridis Hak dan kewajiban negara maupun masyarakat harus diperhatikan, antara lain:

  1. Hak aparatur perpajakan harus dijamin dapat dilaksanakan dengan lancar.
  2. Wajib pajak berhak mendapat jaminan hukum agar diperlakukan adil oleh aparatur perpajakan.
  3. Terjaminnya kerahasiaan data diri wajib pajak maupun perusahaannya.

  • Asas Ekonomi Kebijakan pemungutan pajak perlu diperhatikan agar  tidak menghambat lancarnya produksi dan perdagangan.
  • Asas Finansial Biaya untuk pemungutan pajak harus seminimal mungkin dan hasi pemungutan pajak hendaknya cukup untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran negara.

Pendapat Adam Smith dalam teori yang disebut sebagai "The Four Maxim's" disebut pula "Smith's Canon". Dalam teorinya dikemukakan prinsip-prinsip perpajakan sebagai berikut:

  • Prinsip Kesamaan (Equality) Pengenaan pajak terhadap wajib pajak hendaknya dilakukan sesuai dengan kemampuannya.
  • Prinsip Kepastian (Certainly) Pajak yang harus dibayar oleh seseorang harus certain dan tidak mengenal komponen.
  • Prinsip Kecocokan/kelayakan (Convenience)
  • Pajak dipungut pada saat para wajib pajak memperoleh/ menerima penghasilan yang bersangkutan tersebut.
  • Prinsip Ekonomi/Eficiency (Economic of Collection)

Biaya pemungutan pajak hendaknya seminimal mungkin yang artinya biaya pemungutan pajak harus lebih kecil dari pemasukan pajaknya.

Selain 4 prinsip ada prinsip lain dari sarjana lain yaitu prinsip ketepatan yang artinya pemungutan pajak hendaknya dapat dilakukan tepat waktu dan Jangan sampai mempersulit negara.



AZAS PEMUNGUTAN PAJAK

AZAS Pemungutan pajak dibedakan menjadi 3 jenis yaitu

  1. AZAS Sumber yaitu azas yang cara pemungutan pajaknya tergantung pada adanya sumber penghasilan di suatu negara.
  2. AZAS Domisili yaitu azas yang cara pemungutan pajak yang tergantung pada tempat tinggal wajib pajak disuatu negara.
  3. AZAS Nasional yaitu azas yang dimana jika seorang wajib pajak berkewajiban membayar pajak meskipun berada di luar negeri.


TEORI PEMUNGUTAN PAJAK DARI ZAMAN KE ZAMAN ADALAH

  • Teori Asuransi Pajak disamakan dengan pembayaran premi untuk perlindungan yang sebagaimana terdapat dalam asuransi pertanggungan.
  • Teori Kepentingan Negara harus melindungi jiwa dan harta. Biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk kepentingan penduduk di bebankan ke masyarakat, yang artinya masyarakat membayar pajak. 
  • Teori Daya Pikul Jasa yang diberikan oleh negara untuk warganya dalam bentuk jiwa dan harta. Biaya yang dapat dikeluarkan oleh negara akan dipikul kepada yang menikmatinya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Problematika Perlindungan Saksi

Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban No. 13 Tahun 2006 memberikan kesempatan yang luas bagi perlindungan saksi atau korban, dan salah satu bentuk perlindungan tersebut adalah hak untuk mengubah identitas diri. Namun, di sisi lain, Pasal 77 Kepresidenan Nomor 23 Tahun 2006 melarang siapa saja yang tidak berhak mengubah data pribadinya. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengakui masih sulitnya mengubah identitas orang yang dilindungi. Dalam hal ini, organisasi memiliki kewenangan untuk mengubah identitas saksi atau pembela. 2006 13 Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai benar mengakui kesulitan yang dihadapi organisasi yang dipimpinnya. Hingga saat ini, belum ada satu orang pun yang diidentifikasi sebagai saksi atau korban. Semendawai berpendapat bahwa tidak ada aturan atau mekanisme untuk mengubah identitas. Ia percaya bahwa saksi atau korban yang selalu berada di bawah ancaman harus memiliki hak untuk mengubah identitas dan tempat tinggal mereka. Pihak yang...

Menggugat Praperadilan Penetapan Status Tersangka

Pada pertengahan 2012, Hakim Suko Harson (Mahkamah Daerah Jakarta Selatan (JPC)) mengadakan perbicaraan awal kes itu untuk menentukan status suspek kes rasuah PT. Chevron Pacific Indonesia. keputusan pembetulan PT. Chevron tidak bernasib baik: keputusan itu telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung, dan Hakim Suko Harsono didenda kerana berkelakuan tidak profesional. Sekali lagi pada pertengahan 2014, Hakim M. Razzad (PN. Jakarta Selatan), bersama ketua Kumpulan Permata Hijau, tersangka Toto Chandra, mengadakan perbicaraan awal terhadap penetapan status tersangka oleh Administrasi Pajak Umum. . Keputusannya adalah seperti berikut: Mahkamah Agung telah dimansuhkan, dan Hakim M. Razzad telah didakwa oleh Suruhanjaya Perundangan Kehakiman kerana kelakuannya yang tidak profesional. Seterusnya, ini pula kisah trio dalam PN. Di Jakarta Selatan, Hakim Sarpin Rizaldi mengesahkan dakwaan awal Suruhanjaya Rasuah (CPC) untuk menentukan status Buddha Gunawa yang disyaki. Tiga ketetapan sebelum i...